Orasi Presiden FSPMI/KSPI: ”Mengapa Upah Harus Naik 50 Persen?”
Oleh: Said Iqbal (Presiden FSPMI/KSPI)
Mengapa upah minimum harus naik 50 persen?
Karena logika yang kita bangun adalah, akibat kenaikan
BBM kemarin mengakibatkan 30% daya beli buruh turun. Ditambah lagi
dengan kenaikan inflansi – yang saya sangat yakin sekali tahun ini bisa
mencapai dua digit – maka kenaikan sebesar itu menjadi sangat wajar.
Logikanya, ketika daya beli turun, maka harus dibalikin. Agar tidak terus-terusan turun dan buruh kembali memiliki daya beli.
Bahkan ketika upah naik 50 persen, sesungguhnya upah real belum mengalami kenaikan lho? Ini baru sebatas menyesuaikan daya beli yang turun tadi.
Kalau ada yang bilang kenaikan upah disesuaikan dengan inflansi, itu adalah pemikiran yang kacau. Nggak bener. Dan jika Anda juga ikut setuju dengan argumentasi seperti itu, berarti Anda masuk dalam logika pengusaha.
Itulah kenapa, dalam diskusi-diskusi saya sering menyebut: hati-hati dengan segitiga pro upah murah. Karena memang, ada sebagian dari kawan kita yang setuju dengan upah murah.
Bagi saya, berkawan ya berkawan. Tetapi tentang prinsip, saya tidak akan mempertimbangkan perkawanan itu. Masak
gara-gara perkawanan, ratusan juta orang dipertaruhkan dengan upah
murah. Jangakan dengan kawan, dengan saudara pun kalau nanti kita
berberda persepsi tentang upah, saya akan keras.
Tolong Anda ingat.
Terutama Dewan Pengupahan.
Ini bukan soal egoismenya Igbal. Bukan. Sebagai Presiden
FSPMI, saya hanya ingin memperjuangkan, tidak boleh ada lagi kebijakan
upah murah dalam srategi bernegara ini.
Kalau kita nggak keras. Nggak akan ada yang lebih keras!
Siapa, coba?
Politisi?
Nggak mungkin. Politisi itu punya keterbatasan. Siapa
politisi hebat dan dekat dengan kita? Mereka toh nggak bisa berbuat
apa-apa terhadap kebijakan Inpres tentang upah, misalnya, karena
seringkali terbentur dengan kebijakan partai.
Hanya kita yang bisa. Serikat pekerja. Itulah kenapa
saya keras. Dan kalaupun kelak saya tidak lagi menjadi Presiden FSPMI,
di posisi manapun di organisasi ini sikap saya akan tetap keras tentag
upah ini.
Karena upah adalah satu-satunya hadiah buat buruh.
Ini adalah satu-satunya penghibur, ketika buruh setiap
bulannya lelah bekerja. Akankah mereka dari tahun ketahun akan selalu
dihantui ketakutan, bahkan dirinya tidak berani untuk sekedar bermimpi
tentang masa depan yang lebih baik.
Kalau anda kerja di otomotif mungkin anda bisa tesenyum
dengan diskusi kita tentang upah ini. Tapi Anda jangan lupa. Anda
mendapatkan upah di otomotif tinggi, karena perjuangan orang-orang kecil
itu. Sehingga Anda mendapatkan upah sundulan yang lumayan besar.
Karena sesungguhnya Anda nggak punya keberanian, kok.
Saya pernah jadi Ketua PUK. Jadi saya tahu persis
psikologis Anda. Bahwa saya nggak punya keberanian, iya, saya akui. Dulu
naik upah itu paling top inflansi plus 2 atau 3 presen. Iya kan? Paling
top 200 ribu.
Anda nggak berani memimpin pemogokan, misalnya minta
agar kenaikan upah sebesar dua kali inflansi saat berunding. Saya yakin
Anda nggak berani. Karena resikonya, Anda dipecat.
Sekarang perjuangannya kita rubah. Itulah yang kita bilang dari pabrik menuju publik.
Berapa kenaikan upah DKI Jakarta kemarin? Tembus di angka 42 persen, kan?
Kemudian berapa inflaksi waktu itu? Hanya 4,2 persen.
Berarti sepuluh kali lipat Anda dapetin.
Coba Anda berunding di Toyota, di Panasonik, di Tosiba, paling maksimal Anda hanya akan dapat 4,2 plus 3 %.
Saya pernah jadi Ketua PUK. Jadi saya tahu betul
psikologis seorang Ketua PUK itu. Jadi nggak usah sombong. Anda sangat
terbantu dengan strategi perjuangan ini. Dan bukan hanya kita. Seluruh
buruh Indonesia terbantu, dan menikmati kenaikan upah yang signifikan
akibat gerakan massif yang kita lakukan.
Mengapa kita mendapatkan capain-capaian yang sedemikian hebat?
Apakah karena Iqbal kuat?
Karena Obon kuat?
Bukan?
Karena Anda bersatu. Itulah yang membuat anda kuat. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar